RAHASIA DI BALIK SEBUAH
KEGAGALAN
Seorang anak berlari menyusuri
sebuah jalan sempit dan gelap sambil menangis. Dia berhenti di sudut jalan di
bawah satu-satunya lampu yang menenrangi jalan tersebut. Air matanya terus
mengalir, perlahan ia sandarkan badannya ke salah satu tembok yang mengapit
jalan tersebut dan akhirnya duduk. Diam sendiri menangis dalam sunyi.
Tiba-tiba datang sesorang lelaki
tua berbaju lusuh namun wajahnya terlihat bersih bersinar. Beliau berjongkok
dihadapan anak tersebut. “Mengapa engkau menangis sendiri di sini nak?”
Tanyanya kemudian.
Sambil terus menangis anak itu
menjawab. “Tuan, Bagaimana seharusnya saya menyikapi sebuah kegagalan?”
Lelaki tua itu tersenyum lembut,
perlahan mengusap rambut anak tersebut dengan rasa kasih sayang. Kemudian ia
mulai bercerita tentang sebuah kisah …
“Ada seorang anak bernama Delia
yang hidup berkecukupan, cita-citanya adalah mengangkat derajat kelurganya dan
yang paling penting adalah memberikan kebanggaan kepada kedua orang tuanya. Dia
dikenal sebagai anak yang pintar, tetapi ia sangat sadar bahwa dirinya
sebenarnya bukanlah seorang anak yang pintar tanpa belajar. Oleh sebab itu, ia
selalu belajar dengan giat untuk mendapatkan nilai yang baik. Walaupun
terkadang merasa jenuh dan merasa terpaksa melakukannya, tapi lagi-lagi ia
harus melakukannya agar tetap mendapat predikat pintar. Tiada hari tanpa
belajar baginya.
Suatu hari ia sangat senang karena
mendapat cara belajar baru, ia sangat merasa nyaman, ia sadar bahwa belajar bukan
suatu paksaan tapi hal yang memang benar-benar menyenangkan yang pastinya juga
berdampak baik baginya.
Setelah ia menerapkan cara
belajarnya yang baru, ia malah mendapatkan nilai ulangan jelak di kelas, awalnya
ia masih bisa menerima karena teman-teman sekelasnya yang lain juga mendapat
nilai yang jelek (soal ulangan yang diberikan memang sulit). Tetapi tak
disangka olehnya nilai-nilai ulangannya berikutnya juga mendapat nilai dibawah
kata sempurna.
Kali ini, Delia bahkan mendapat nilai
terjelek diantara teman-temannya. Delia merasa kecewa, ia menangis seharian.
Bertanya-tanya apa sebenarnya kesalahan yang ia telah perbuat. Ia duduk
merenung beberapa saat, kemudian ia berdiri dan langsung mengambil air wudu dan
berdoa meminta petunjuk kepada Tuhan, apa yang seharusnya ia lakukan sekarang?
Beberpa hari kemudian ia bangkit
kembali, tanpa mengubah cara belajar barunya tersebut, tanpa mengubah dirinya
dan tujuan utamanya. Ia terus belajar dengan keikhlasan, sampai suatu hari ia
berhasil menggapai tujuannya, mimpinya untuk mengangkat derajat keluarganya. Ia
berhasil menjadi seorang dokter yang baik hati dan tidak sombong. Dengan
kondisi keluarganya yang hidup dalam kebercukupan ia bisa memberi kebanggaan
yang luar biasa kepada kedua orang tuanya. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah hasil dari semangat pantang menyerahnya.
Delia berhasil menyadari bahwa
kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Kegagalan membawanya dekat dengan
Tuhan, Yang Maha segalanya. Kegagalan membawanya menjadi seseorang yang rendah
hati tanpa mengurangi rasa percaya dirinya untuk menjadi orang yang berhasil.
Kegagalan adalah bumbu-bumbu untuk mencapai kesuksesan yang sebenarnya.”
Lelaki
tua itu mengakhiri ceritanya.
“Kamu tahu yang terpenting nak?”
Kata lelaki tua tersebut. Anak tersebut menggelengkan kepalanya.
“Kamu
harus bisa memandang positif semua hal yang telah terjadi kepadamu. Baik maupun
buruk, sebab Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk setiap makhluknya.”
Ucap Lelaki tua itu. Anak tersebut mengangguk dan perlahan tersenyum.
Lelaki
tua tersebut perlahan pergi meninggalkan anak itu sendirian. Sekarang, tanpa
air mata anak tersebut berdiri dan berjalan dengan langkah pasti tanpa ragu
menuju rumahnya. Sesampainya di rumah ia segera mencari kedua orang tuanya.
Rumah
terlihat sunyi. Si anak menemukan kedua orang tuanya di kamarnya, Keadaan kamar
berantakan bak ditiup angin kencang.Terlihat ibunya sedang menangis tersedu
duduk di atas ranjang dan ayahnya di samping sang ibu setia menepuk-nepuk
punggung ibu mencoba menenangkannya.
Kedua orang tuanya
kaget melihat anaknya yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu kamar melihat ke arah
mereka berdua.
“Anakku, maafkan ayah dan ibu. Kami tidak bermaksud mengecilkan harapanmu, nak” Ucap Ayahnya.
“Anakku, maafkan ayah dan ibu. Kami tidak bermaksud mengecilkan harapanmu, nak” Ucap Ayahnya.
“Ayah,
Ibu. Anto yang salah. Tidak seharusnya Anto bertingkah seperti anak kecil, Anto
harusnya sadar Anto sudah besar. Yah, Bu.” Berhenti sejenak.
“Ayah,
Ibu. Maafkan Anto. Anto tetap teguh pada pendirian Anto. Anto ingin menjadi
dokter. Ayah dan Ibu tidak usah khawatir soal biaya, Anto pasti bisa mendapatkan
beasiswa itu dengan usaha Anto. Anto hanya butuh dukungan dari Ayah dan Ibu,
jangan paksa Anto untuk berhenti sekolah”
“Anto tahu, hari ini Anto gagal.
Gagal meyakinkan Ayah dan Ibu kalau Anto bisa menjadi dokter. Nilai jelek ini
tidak bisa menjadikan tolak ukur apakah Anto berhasil atau tidak kelak. Tapi
nilai jelek ini adalah cambuk untuk Anto, agar lebih giat lagi dalam belajar.
Sungguh percayalah pada Anto.
”Anto ingin Ayah dan Ibu bangga
dengan Anto. Anto ingin Ayah dan Ibu bisa makan dan tidur dengan enak kelak.”
Kedua orang tuanya menatap Anto.
Perlahan ibunya menghampirinya dan memeluknya. “Ayah dan Ibu percaya, nak.
Maafkan kami.” Ucapnya lirih.
Akhirnya, Anto berhasil
mendapatkan beasiswa untuk kuliah di fakultas kedokteran. Dan Ia berhasil
menjadi seorang dokter.